Selamat pagi. Sering kita menilai secara sinis, bahwa bangsa Israel yang baru saja dibebaskan TUHAN (Yahwe) dari tanah Mesir sebagai bangsa yang tidak tahu diri, tegar tengkuk, sering menggerutu, dan suka memberontak, hanya karena hal-hal sepele. Mereka tidak tahu berterima kasih pada TUHAN, padahal mereka sudah dibebaskan dari tanah perbudakan di Mesir. Namun, apakah betul-betul mereka tidak tahu berterima kasih pada TUHAN? Saya akan mengajak kita untuk melihat dari sisi yang berbeda dari kebiasan dan kebanyakan orang melihat bangsa Israel yang baru saja dibebaskan dari tanah perbudakan di Mesir. Mari kita lihat.

Jika kita mau sedikit tenang dan bijaksana dalam menilai bangsa Israel tersebut, maka kita akan menemukan hal yang berbeda. Ketika mereka masih di Mesir, sekalipun mereka menjadi “budak”, bukankah mereka sebenarnya mendapatkan makanan yang cukup? Makan pada waktunya, beristirahat dan tidur pada jamnya, serta pasti harus bangun untuk kembali bekerja pada waktunya. Semuanya tersedia walau mereka harus bekerja cukup keras. Perut mereka kenyang pada waktunya serta tahu secara pasti kapan mereka akan makan dan kapan mereka harus bekerja. Ada kepastian di situ. Bukankah kita pun akan merasa bersyukur jika kita tahu bahwa kita pasti akan makan, bisa beristirahat, dan bekerja pada waktunya? Bukankah itu, secara sederhana, rutinitas dan kebutuhan manusia pada umumnya? Jika betul demikian, bukankah menjadi wajar jika mereka bersungut-sungut, jengkel pada Musa dan Harun, serta TUHAN, karena mereka tidak tahu pasti kapan mereka (dapat) makan? Perjalanan yang ditandai banyak ketidakpastian untuk makan saja, pasti akan membuat siapapun jengkel dan marah. Bagaimana bisa bersyukur kalau untuk makan pun mereka tidak jelas? Mereka sudah berlelah jalan dipanas terik, lalu ketika mereka haus dan lapar mereka tidak bisa mengatasinya? Ini pasti membuat mereka marah. Bagaimana mereka bisa percaya pada Musa, Harun, dan TUHAN, kalau mereka tidak bisa memberi kepastian untuk bisa makan dan minum? Bagaimana juga mereka bisa percaya pada TUHAN, kalau dalam waktu yang sangat panjang mereka tidak pernah diajar dan diperkenalkan TUHAN waktu mereka di Mesir? Bukankah untuk mengenal TUHAN dibutuhkan pengajaran dan pendidikan sejak kecil? Apakah adil dan bijaksana ketika mereka kepanasan, kehausan, kelaparan di padang gurun, tapi mereka tidak bisa mengatasinya karena mereka tidak tahu bagaimana mendapatkannya, lalu mereka kita tuding sebagai tegar tengkuk, penggerutu dan pemberontak yang tidak tahu berterima kasih pada TUHAN?

Cerita tentang Israel di padang gurun yang menggerutu dan memberontak pada TUHAN karena tidak percaya pada kepemimpinan Musa dan Harun, pada hemat saya justru lebih relevan ditujukan buat kita ketimbang Israel sendiri. Bukankah kita lebih sering menggerutu dan memberontak pada TUHAN hanya karena hal-hal sepele, misalnya tersinggung oleh perkataan teman di gereja? Padahal sang teman tidak pernah sama sekali sengaja menyinggung yang ditujukan padanya. Kita keluar dari persekutuan umat TUHAN karena hal-hal sepele. Berbeda dengan Israel waktu di Mesir tidak mendapat pendidikan tentang TUHAN, bukankah sejak kecil kita sudah diperkenalkan tentang TUHAN lewat pengajaran dan pendidikan dalam keluarga dan gereja, tapi kita sering tidak percaya dan menggerutu pada TUHAN hanya karena seolah TUHAN tidak menjawab doa-doa dan harapan kita? Jika demikian, lalu siapa sebenarnya yang lebih tepat disebut sebagai tidak tahu berterima kasih, orang yang tegar tengkuk, suka menggerutu, dan memberontak pada TUHAN? Kita atau Israel di padang gurun? Bukankah seharusnya, lewat pendidikan yang intens, sikap percaya dan beriman kita seharusnya jauh lebih baik dari pada Israel? Mengapa justru pada hari ini, barangkali, kita tidak lebih baik-baik amat dari Israel tempo doeloe? Adakah yang kurang atau salah dari sistem pengajaran dan pendidikan di keluarga, gereja (lembaga-lembaga agama), dan masyarakat kita? Rasanya kita perlu memikirkan dan merenungkan ulang lagi. Tapi yang pasti, untuk renungan ini, kita perlu meninjau ulang kebiasaan kita menganggap Israel di padang gurun sebagai bangsa yang tegar tengkuk, tidak tahu berterima kasih, penggerutu, dan pemberontak pada TUHAN. Cerita Bilangan 14 rasanya lebih tepat ditujukan pada kita. Selamat hari minggu. Selamat beribadah. Tuhan Yesus memberkati. DR (19/10/25)